Kamis, 20 Desember 2012

MENGUCAPKAN SELAMAT NATAL, BOLEH KAH?!

Nasrani : kau tidak mengucapkan selamat natal padaku ?
Muslim : tidak, agama kami menghargai toleransi antar agama, termasuk agamamu, tapi mengucapkan selamat atas hari raya agama lain, agama saya melarangnya..
Nasrani : tapi kenapa, bukankah hanya sekedar kata2 ? Teman muslimku yg lain, mengucapkannya padaku ?
Muslim : mungkin mereka belum mengetahuinya. kau mau mengucapkan dua kalimat syahadat ?
Nasrani : oh tidak, saya tidak bisa mengucapkannya.. Itu akan mengganggu kepercayaan saya...
Muslim : kenapa ? Bukankah hanya kata2 ? Ayo, ucapkanlah;)...

===========================

Catatan: ucapan SELAMAT hanya boleh ditujukan kepada hal-hal yang baik, hal-hal yang bukan dosa, hal-hal yang tidak melanggar ajaran islam, hal-hal yang diridhoi oleh allah.

Perayaan natal jelas sekali tidak sesuai ajaran islam dan tidak diridhoi Allah, karena itu tidak boleh mengucapkan selamat . Jika mengucapkan selamat berarti sama saja dengan menentang Allah dan memuji kesesatan. Perayaan Natal adalah salah satu simbol agama kafir dan bagian dari ritual agama kafir, karena itu mengucapkan selamat atasnya jelas terlarang.

Karena itulah nabi dan para sahabatnya, dan para ulama murid dari sahabat2 nabi tidak ada yg mengucapkan selamat atas hari raya orang2 kafir.

Ucapan selamat atas hal2 yg tidak sesuai syariat islam jelas terlarang, misalnya:

ada orang yang mabuk lalu mengucapkan: SELAMAT YA KARENA ANDA MABUK, MESKI SAYA TIDAK SUKA MABUK DAN TIDAK IKUT-IKUTAN MABUK TETAPI SAYA MENGUCAPKAN SELAMAT SEBAGAI BENTUK TOLERANSI, SELAMAT BERBAHAGIA DENGAN MABUK,, SELAMAT MABUK-MABUKAN

kata2 mabuk diatas bisa diganti dgn hal2 lain yang sama2 tidak diridhoi Allah, misalnya: zina, judi, menggunjing, mencaci maki ortu anda, merayakan natal, membunuh, mencuri, merampok, syirik, murtad, kafir, korupsi, dll,,

====================================

Larangan Mengucapkan Selamat Natal dan Merayakan Natal Bersama

Berikut adalah fatwa ulama besar Saudi Arabia, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah, dari kumpulan risalah (tulisan) dan fatwa beliau (Majmu’ Fatawa wa Rosail
Ibnu ‘Utsaimin), 3/28-29, no. 404.

Beliau rahimahullah pernah ditanya,
“Apa hukum mengucapkan selamat natal (Merry Christmas) pada orang kafir (Nashrani) dan bagaimana membalas ucapan mereka? Bolehkah kami menghadiri acara perayaan mereka (perayaan Natal)? Apakah seseorang berdosa jika dia melakukan hal-hal yang dimaksudkan tadi, tanpa maksud apa-apa? Orang tersebut melakukannya karena ingin bersikap ramah, karena malu, karena kondisi tertekan, atau karena berbagai alasan lainnya. Bolehkah kita tasyabbuh (menyerupai) mereka dalam perayaan ini?”

Beliau rahimahullah menjawab:
Memberi ucapan Selamat Natal atau mengucapkan selamat dalam hari raya mereka (dalam agama) yang lainnya pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama (baca: ijma’ kaum muslimin), sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz Dzimmah. Beliau rahimahullah mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya. Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya. Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.” –Demikian perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah-

Dari penjelasan di atas, maka dapat kita tangkap bahwa mengucapkan selamat pada hari raya orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan. Alasannya, ketika mengucapkan seperti ini berarti seseorang itu setuju dan ridho dengan syiar kekufuran yang mereka perbuat. Meskipun mungkin seseorang tidak ridho dengan kekufuran itu sendiri, namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk ridho terhadap syiar kekufuran atau memberi ucapan selamat pada syiar kekafiran lainnya karena Allah Ta’ala sendiri tidaklah meridhoi hal tersebut. Allah Ta’ala berfirman,

إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ

“Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (Qs. Az Zumar [39]: 7)

Allah Ta’ala juga berfirman,

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Qs. Al Maidah [5]: 3)


http://muslim.or.id/manhaj/selamat-natal.html


Powered By Facebook

Kamis, 06 Desember 2012

NI'MATNYA MENUNTUT ILMU SYAR'I

KEUTAMAAN SEORANG YANG MENUNTUT ILMU SYAR’I
Seseorang yang mempelajari ilmu syar’i akan mendapatkan keutamaan yang tidak diperoleh oleh orang yang tidak mempelajarinya. Oleh karena itu, Allah membedakan ‘nilai’ seorang hamba berdasarkan ilmu. Ada banyak keutamaan yang dapat diperoleh oleh para penuntut ilmu syar’i, namun penulis akan menguraikan beberapa keutamaan di antaranya adalah:
Pertama, Allah Ta’ala akan mengangkat derajatnya, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,
… يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَتٍۗ … ۝
Artinya: “… Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Qs. Al-Mujadilah: 11)
Dalam ayat di atas, Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Dia akan mengangkat derajat orang yang berilmu dan beriman karena mereka berhak mendapatkannya. Huruf al (ال ) dalam kata al-‘ilm (العلم ) pada ayat di atas menunjukkan ahdiyyah atau pengkhususan terhadap satu jenis ilmu, bukan menunjukkan jinsiyyah atau keumuman atas semua jenis ilmu, karena yang mendapatkan hak untuk dinaikkan derajatnya oleh Allah hanyalah orang yang memiliki ilmu syari’at yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan bukan mencakup pada semua jenis ilmu. [Lihat Bahjatun Nazhirin (II/462-463) dan Syarah Riyadhush Shalihin Terjemah (IV/285)]
Disebutkan pula bahwa pernah ada seseorang yang lehernya cacat, sehingga dia selalu menjadi bahan ejekan orang-orang disekitarnya. Kemudian ibunya berkata kepadanya, “Hendaklah engkau menuntut ilmu, niscaya Allah akan mengangkat derajatmu.”
Lalu orang tersebut menuntut ilmu syar’i sampai dia menjadi seorang yang ‘alim (pandai), sehingga dia diangkat menjadi Hakim di Mekah selama 20 tahun. Dan jika ada seseorang yang memiliki perkara duduk dihadapannya, gemetarlah seluruh tubuhnya sampai dia berdiri. [Lihat Al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 26) dan Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 33)]
Kedua, Allah Ta’ala menjadikan kebaikan untuknya, sebagaimana disebutkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْـرًا يُـفَـقِـهْهُ فِي الدِّيْنِ .
Artinya: “Barang siapa yang dikehendaki kebaikannya oleh Allah, Dia akan menjadikannya mengerti tentang (urusan) agamanya.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (no. 71, 3116, 7312), Muslim (no. 1037), Ahmad (IV/92, 95, 96), Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil ‘Ilmi (I/122-123, no. 84), dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu’anhu]
Hadits di atas menyebutkan tentang keutamaan mempelajari ilmu syar’i dibandingkan ilmu-ilmu lainnya. Dan ini juga menunjukkan bahwa orang yang tidak diberikan pemahaman dalam agamanya adalah orang yang tidak dikehendaki kebaikannya oleh Allah. Sebaliknya orang yang dikehendaki kebaikannya oleh Allah maka Dia memberikannya pemahaman dalam agamanya. [Lihat Al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 49), Bahjatun Nazhirin (II/463), Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 36) dan Syarah Riyadhush Shalihin Terjemah (IV/ 286)]
Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah pernah berkata, “Kebaikan di dunia adalah rizki yang baik dan ilmu, sedangkan kebaikan di akhirat adalah Surga.” [Lihat Jami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlihi (I/230) dan Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 39)]
Ketiga, orang yang menuntut ilmu syar’i dan memiliki ilmu syar’i dikecualikan dari laknat Allah, sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat,
أَلاَ إِنَّ الدُّنْيَـا مَلْعُوْنَةٌ مَلْعُوْنٌ مَـافِيْـهَـا إِلاَّ ذِكْرُ اللهِ وَمَا وَالاَهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَـلِّـمٌ .
Artinya: “Ketahuilah, sesungguhnya dunia itu dilaknat dan dilaknat pula apa yang ada di dalamnya, kecuali dzikir kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya, seorang ‘alim, dan seorang yang menuntut ilmu.” (Hadits hasan, diriwayatkan oleh Tirmidzi (no. 2322), Ibnu Majah (no. 4112), Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman (no. 1708), Ibnu Abi ‘Ashim dalam Az-Zuhd (no. 57), dan Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil ‘Ilmi (I/150, no. 135), dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
Hadits di atas menyebutkan tentang keutamaan ilmu syar’i, orang-orang yang berilmu, dan orang-orang yang menuntutnya. Dalam proses menuntut ilmu syar’i, manusia terbagi menjadi dua, yaitu orang yang ‘alim sebagai pengajar dan orang yang menuntutnya (pelajar). Keduanya berada di atas jalan yang lurus dan selamat. [Lihat Bahjatun Nazhirin (I/542-543) dan Syarah Riyadhush Shalihin Terjemah (II/307)]
Keempat, orang yang menuntut ilmu syar’i diibaratkan seperti seorang yang berjihad di jalan Allah Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
مَنْ دَخَـلَ مَـسْجِـدَنَا هَـذَا لِيَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْلِيُعَلِّمَهُ كَانَ كَالْمُجَاهِدِ فِي سَبِيْل اللهِ، وَمَنْ دَخَـلَهُ لِغَيْرِ ذَلِكَ كَانَ كَالنَّاظِرِ إِلَى مَالَيْسَ لَهُ .
Artinya: “Barang siapa yang memasuki masjid kami ini (masjid Nabawi) dengan tujuan untuk mempelajari kebaikan atau mengajarkannya, dia ibarat seorang yang berjihad di jalan Allah. Dan barang siapa yang memasukinya dengan tujuan selain itu, dia ibarat orang yang sedang melihat sesuatu yang bukan miliknya.” [Hadits hasan, diriwayatkan oleh Ahmad (II/350, 526-527), Ibnu Majah (no. 227), Ibnu Hibban (no. 87-At-Ta’liqat), Ibnu Abi Syaibah (no. 3306), dan Al-Hakim (I/91), dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
Abud Darda radhiyallahu’anhu pernah berkata, “Barang siapa yang berpendapat bahwa perginya seseorang untuk menuntut ilmu itu tidak termasuk jihad, sungguh, dia kurang akalnya.” [Lihat Al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 145) dan Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 45)]
Berjihad dengan hujjah (dalil) dan keterangan lebih didahulukan dari pada jihad dengan pedang dan tombak. Sebagaimana Allah Ta’ala pernah memerintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar berjihad dengan Al-Qur’an untuk melawan orang-orang kafir, seperti disebutkan dalam firman-Nya,
فَـلاَ تَطِعِ الْكَـفِـرِيْنَ وَجَـهِـدْ هُمْ بِهِ جِهَـادًا كَبِيْرًا ۝
Artinya: “Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah kepada mereka dengan Al-Qur’an dengan jihad yang besar.” (Qs. Al-Furqan: 52)
Kelima, orang yang menuntut ilmu syar’i akan dimudahkan jalannya menuju Surga, dimohonkan ampun oleh penduduk langit dan bumi, serta dinaungi oleh sayap-sayap para Malaikat. Sebagaimana disebutkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ سَلَكَ طَرِيْـقًـا يَبْـتَغِي فِيْهِ عِلْمًا سَهَّـلَ اللهُ لَهُ طَرِيْـقًـا إِلَى الْجَنَّـةِ، وَإِنَّ الْمَـلاَئِـكَةَ لَتَضَعُ أَجْـنِحَـتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضًا بِمَا يَصْنَعُ، وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَـسْـتَغْـفِـرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَـا وَاتِ وَمَنْ فِي الأَرْضِ حَتَّى الْحِـيْتَـانُ فِي الْمَـاءِ .
Artinya: “Barang siapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu maka Allah memudahkan jalannya menuju Surga. Sesungguhnya para Malaikat membentangkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena ridha atas apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya orang yang berilmu benar-benar dimintakan ampun oleh penghuni langit dan bumi, bahkan oleh ikan-ikan yang berada di dalam air.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 3641), Tirmidzi (no. 2682), Ibnu Majah (no. 223), Ahmad (V/196), Ad-Darimi (I/98), Ibnu Hibban (88 – Al-Ihsan dan 80 – Al-Mawarid), Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (I/275-276, no. 129), Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil ‘Ilmi (I/174 ,no. 173), dan Ath-Thahawi dalam Musykilul Atsar (I/429), dari Abud Darda’ radhiyallahu’anhu]
Kalimat “jalan untuk menuntut ilmu” mengandung dua makna, yaitu: pertama, menempuh jalan untuk menuntut ilmu dalam artian yang sebenarnya, seperti berjalan kaki menuju majelis-majelis ilmu. Kedua, menempuh jalan atau cara yang dapat mengantarkan seseorang untuk memperoleh ilmu syar’i, seperti membaca, menghapal, menela’ah, dan sebagainya.
Sedangkan kalimat “Allah memudahkan jalannya menuju Surga” mengandung dua makna juga, yaitu pertama, Allah akan memudahkan orang yang menuntut ilmu semata-mata karena mencari keridhaan Allah, mengambil manfaat, dan mengamalkannya, untuk memasuki Surga-Nya. Dan kedua, Allah akan memudahkan jalan baginya menuju Surga ketika melewati titian ash-shirathal mustaqim pada hari Kiamat dan memudahkannya dari berbagai kengerian pada sebelum dan sesudahnya. [Lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam (II/297, Qawa’id wa Fawa’id minal Arba’in An-Nawawiyyah (hal. 316-317), dan Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 8-9)]
Jalan menuju Surga yang diperuntukkan bagi para penuntut ilmu ini merupakan ganjaran dari Allah akibat usaha yang pernah ditempuhnya selama di dunia untuk mencari ilmu yang akan mengantarkannya kepada ridha Rabbnya. Sedangkan para Malaikat yang membentangkan sayap-sayapnya merupakan suatu bentuk kerendahan hati, penghormatan, dan pengagungan mereka kepada para penyandang dan para pencari martabat pewaris kenabian ini.
Sementara permohonan ampun yang dilakukan oleh para penghuni langit dan bumi untuk orang yang berilmu, disebabkan karena upaya mereka untuk mengajarkan hak-hak makhluk hidup yang telah diciptakan Allah ‘Azza wa Jalla. Dan upaya ini tidak mungkin terwujud kecuali dengan ilmu. [Lihat Bahjatun Nazhirin (II/469-470) dan Syarah Riyadhush Shalihin Terjemah (IV/301-302)]
Keenam, seorang yang memiliki ilmu dan mengajarkannya akan tetap mendapatkan pahala atas ilmu yang telah diajarkannya tersebut selama ilmu itu diamalkan, meskipun dia telah meninggal dunia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَـانُ انْـقَـطَـعَ عَـمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ: صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ، وَعِلْمٌ يُنْـتُفَـعُ بِهِ، وَوَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُولَهُ .
Artinya: “Apabila seorang manusia meninggal dunia, amalannya terputus, kecuali tiga hal (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akannya.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim (no. 1631), Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad (no. 38), Ahmad (II/372), Abu Dawud (no. 2880), An-Nasa’i (VI/251), Tirmidzi (no. 1376), Al-Baihaqi (VI/278), dan Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil ‘Ilmi (I/103 ,no. 52), dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
Hadits ini adalah dalil terkuat tentang keutamaan dan kemuliaan ilmu juga besarnya buah dari ilmu yang dimiliki seseorang. Karena pahala ilmu yang telah diajarkan kepada orang lain, akan tetap diterima oleh pemiliknya selama ilmu tersebut diamalkan oleh orang lain. Meskipun dia telah meninggal dunia dan seluruh amalannya telah terputus, namun akibat ilmu yang diajarkannya kepada orang lain membuatnya seolah-olah tetap hidup dan amalnya tidak terputus. Hal ini selain menjadi kenangan dan sanjungan bagi pemilik ilmu tersebut, juga menjadi kehidupan kedua baginya, karena dia tetap merasakan pahala yang mengalir untuknya ketika semua pahala amal perbuatan telah terputus darinya. [Lihat Al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 242) dan Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 46)]
KEUTAMAAN SEORANG ‘ALIM DIBANDING SEORANG ‘ABID
Seorang yang berilmu (‘alim) memiliki keutamaan yang lebih besar dari pada seorang ahli ibadah (‘abid). Dan keutamaan yang diperolehnya ini semata-mata karena ilmu yang dimilikinya. Sebagaimana pernah disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
فَـضْلُ الْعِـلْمِ خَيْرٌ مِنْ فَـضْلِ الْعِـبَادَةِ، وَخَيْرُ دِيْنَكُمُ الْوَرَعُ .
Artinya: “Keutamaan ilmu adalah lebih baik dari pada keutamaan ibadah. Dan sebaik-baik agama kalian adalah ketakwaan.” [Hadits hasan, diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Ausath (no. 3972) dan Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil ‘Ilmi (ta’liq hadits no. 96 sebagai syahid), dari Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallahu’anhu]
Salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang juga menjadi menantunya, yakni ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu pernah berkata, “Seorang ‘alim mendapat ganjaran pahala yang lebih besar dari pada orang yang melakukan puasa, shalat, dan berjihad di jalan Allah.” [Lihat Al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 133) dan Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 38)]
Seorang yang berilmu tidak hanya menjalin hubungan antar dirinya dengan Rabbnya, melainkan dia juga menjalin hubungan dengan sesamanya melalui ilmunya, yakni dengan cara menyampaikan ilmu yang dimilikinya. Lain halnya dengan seorang ahli ibadah, yang dia mendirikan shalat, menjalankan puasa, dan semisalnya, hanya terjadi antar dirinya dengan Rabbnya. Akan tetapi, seorang yang berilmu dan menyampaikan ilmunya kepada orang lain, sesungguhnya dia tidak hanya membawa manfaat untuk dirinya sendiri, tetapi dia juga memberikan manfaat untuk orang lain.
***
Ilmu merupakan amal shalih yang paling utama dan mulia karena ilmu termasuk ke dalam jihad fi sabilillah. Karena sesungguhnya agama Allah tidak akan tegak dimuka bumi ini melainkan dengan dua hal, yaitu pertama, dengan ilmu dan bayan (penjelasan), kedua, dengan pedang dan tombak (perang). Namun, para Rasul ‘alaihimush shalatu wa salam tidak pernah sekalipun menyerang suatu kaum yang durhaka kepada Allah Ta’ala sebelum tegaknya hujjah (dalil) dan dakwah telah sampai kepada mereka terlebih dahulu.
Senada dengan hal itu, Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah pernah berkata, “Jihad dengan hujjah dan lisan (keterangan) lebih didahulukan dari pada jihad dengan pedang dan tombak.” [Lihat Al-Kafiyah Asy-Syafiyah fil Intishari lil Firqatin Najiyyah (hal. 35) dan Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 46 dan 331)]
Islam pun mendasari segala pelaksanaan syari’atnya atas dasar ilmu. Oleh karena itu, seorang Muslim tidak akan mungkin dapat menjalankan syari’at yang menghimpun ikhlas dan ittiba’ (beramal sejalan dengan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) kecuali dengan ilmu. Karena tanpa ilmu, tidak ada amal yang akan diterima oleh Allah Ta’ala. Dengan demikian, kita mengetahui bahwa ilmu menempati kedudukan yang amat mulia, agung dan utama. Dan sebaik-baik ilmu yang harus dipelajari dan dimiliki oleh manusia adalah ilmu syar’i.
Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali hafizhahullah berkata, “Sebaik-baik ilmu adalah memberikan perhatian penuh terhadap Kitabullah (yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pendampingnya), membacanya dan membacakannya (kepada orang lain), belajar dan mengajarkannya, memahami dan merenungkan (kandungannya).” [Lihat Bahjatun Nazhirin (I/221) dan Syarah Riyadhush Shalihin Terjemah (I/581)]
Semoga Allah menambahkan ilmu yang bermanfaat kepada kita semua dan menjauhkan kita dari ilmu yang tidak bermanfaat dan tercela.
وَقُـلْ رَّبِّ زِدْنِى عـلْـمًا ۝
Artinya: “Dan katakanlah, ‘Wahai Rabbku, tambahkanlah ilmu kepadaku.’” (Qs. Thaha: 14)
اللهُـمَّ انْفَـعْـنِيْ بِمَـا عَـلَّمْتَنِيْ، وَعَـلِّمْنِيْ مَا يَنْـفَعُـنِيْ، وَزِدْنِيْ عِـلْمًـا .
“Yaa Allah, berikanlah manfaat kepadaku dengan apa-apa yang Engkau ajarkan kepadaku, dan ajarkanlah aku apa-apa yang bermanfaat bagiku. Dan tambahkanlah ilmu kepadaku.”
والله تعالى أعلم
سبحانك اللهم وبحمدك أشهـد أن لا إله إلا أنت، استغـفـرك وأتوب إليك
***
muslimah.or.id
Penyusun: Ummu Sufyan Rahmawaty Woly bintu Muhammad
Muraja’ah: Ustadz Ammi Nur Baits
Maraji’:
1. Al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, tahqiq dan takhrij: Syaikh ‘Ali bin Hasan bin ‘Ali bin ‘Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari, cetakan Majmu’atut Tuhaf An-Nafa’is Ad-Dauliyyah.
2. Bahjatun Nazhirin Syarah Riyadhish Shalihin Jilid 1, Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali, cetakan Daar Ibnul Jauzy, Riyadh.
3. Fadhlu ‘Ilmi Salaf ‘alal Khalaf, Imam Al-Hafizh Zainuddin Ibnu Rajab Al-Hanbali, cetakan Darul ‘Ammar, Yordania.
4. Hukmus Sihri wal Kahanah wa Ma Yata’allaq Biha, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, cetakan Darul Qasim, Riyadh.
5. I’lamul Muwaqqi’in Jilid II, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, cetakan Daar Ibnul Jauzy, Riyadh.
6. Jami’ Bayan Al-‘Ilmi wa Fadhlihi Jilid I, Abu ‘Umar Yusuf bin ‘Abdil Barr, cetakan Daar Ibnul Jauzi, Riyadh.
7. Juz Thuruqi Hadits Thalabul ‘Ilmi Faridhatun ‘Ala Kulli Muslim, Imam Jalaluddin Abul Fadhl ‘Abdirrahman bin Kamaluddin Abi Bakr bin Muhammad bin Sabiq As-Suyuthi, cetakan Darul ‘Ammar, Yordania.
8. Kitab Al-‘Ilmi, Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, cetakan Daar Ats-Tsurayya, Riyadh.
9. Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga, Yazid bin Abdul Qadir Jawas, cetakan Pustaka At-Taqwa, Bogor.
10. Shahih Al-Bukhari, Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Isma’il Al-Bukhari, cetakan Darus Salam, Riyadh.
11. Syarah Riyadhush Shalihin (Terjemah Bahjatun Nazhirin Syarah Riyadhish Shalihin) Jilid 2 dan Jilid 4, Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali, cetakan Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Jakarta
12. Syarah Tsalatsatil Ushul, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, cetakan Daar Ats-Tsurayya, Riyadh.
13. Syarah Ushul min ‘Ilmil Ushul, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, cetakan Daar Ibnu Haitsam, Kairo.
14. Syarhus Sunnah Jilid 1, Imamul Hadits Al-Faqih Al-Husain bin Mas’ud Al-Baghawi, cetakan Al-Maktab Al-Islamiy, Beirut.
15. Tafsir Al-Qur’anil ‘Azhim Jilid 4, Imam Al-Hafizh Imaduddin Abul Fida’ Isma’il bin Katsir Al-Qurasyi Ad-Dimasyqi, cetakan Daar Thayyibah, Riyadh.
16. Ushul Fiqih (Terjemah Al-Ushul min ‘Ilmil Ushul), Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, cetakan Media Hidayah, Yogyakarta

Powered By Facebook

Rabu, 05 Desember 2012

IMPLIKASI DOSA BESAR PADA IMAN HAMBA

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz





Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa hukumnya melakukan sebagian perbuatan maksiat, terutama dosa-dosa besar, dan apakah ada pengaruhnya terhadap keislaman seseorang?

Jawaban
Benar, hal itu memberikan pengaruh buruk. Sesungguhnya melakukan dosa besar seperti zina, minum arak, membunuh secara tidak benar, memakan riba, ghibah (mengumpat), namimah (adu domba) dan maksiat lainnya berpengaruh terhadap tauhid kepada Allah dan iman kepadaNya serta melemahkannya. Namun seorang muslim tidak menjadi kafir karena melakukan hal itu selama tidak menganggapnya halal. Berbeda dengan kaum Khawarij yang mengkafirkan seorang muslim yang melakukan perbuatan maksiat seperti zina, mencuri, durhaka kepada kedua orang tua dan dosa-dosa besar lainnya, sekalipun ia tidak menghalalkannya (membolehkannya). Ini adalah kesalahan besar kaum Khawarij. Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak megkafirkannya karena melakukan hal itu dan tidak menyebabkannya kekal di neraka. Tetapi mereka berkata, “Iman tauhidnya kurang/berkurang. Tetapi tidak sampai kafir yang besar, tetapi dalam imannya ada kekurangan dan kelemahan”.

Karena inilah, Allah mensyari’atkan pelaku zina dengan had (hukuman) cambuk apabila ia masih bujangan. Dicambuk seratus kali dan dibuang setahun. Demikian pula peminum arak, dicambuk dan tidak dibunuh. Pencuri dipotong tanggannya dan tidak dibunuh. Jikalau zina, minum arak, dan mencuri mengakibatkan kufur besar, niscaya mereka dibunuh, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam “Siapa yang mengganti agamanya, bunuhlah” [1]

Hal itu menunjukkan bahwa perbuatan maksiat ini bukanlah murtad, namun melemahkan iman dan menguranginya. Karena inilah, Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyariatkan ta’dib (agar jera) dengan hukuman ini agar mereka bertaubat dan kembali kepada Rabb mereka dan berhenti melakukan yang diharamkan Rabb kepada mereka.

Mu’tazilah berkata, “Sesungguhnya pelaku maksiat berada di suatu tempat di antara dua tempat, tetapi ia dikekalkan di neraka apabila mati sebelum bertaubat”. Mereka menyalahi Ahlus Sunnah dan menyetujui kaum Khawarij dalam hal itu. Kedua kelompok tersebut telah tersesat dari jalan yang lurus. Yang benar adalah pendapat pertama, yaitu pendapat Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Yaitu, ia adalah pelaku maksiat yang lemah imannya dan berada dalam bahaya besar karena murka dan siksa Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akan tetapi ia tidak menjadi kafir yang besar, yaitu murtad dari Islam. Juga tidak kekal di neraka seperti kekalnya orang-orang kafir, apabila ia mati dalam melakukan salah satu dari maksiat itu. Tetapi ia berada di bawah kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala, jika Dia menghendaki, Dia mengampuninya. Dan jika Dia Subhanahu wa Ta’ala menggendaki, Dia menyiksanya berdasarkan perbuatan maksiat yang dia mati dalam melakukannya, kemudian Dia Subhanahu wa Ta’ala mengeluarkannya dari neraka. Tidak ada yang kekal selama-lamanya di sana selain rang-orang kafir. Kemudian setelah selesai siksa Allah Subhanahu wa Ta’ala yang diberikan kepadanya, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengeluarkannya dari neraka ke surga. Ini adalah pendapat Ahluh Haq. Pendapat ini berdasarkan riwayat-riwayat mutawatir dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berbeda dengan pendapat Khawarij dan Mu’tazilah, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar” [An-Nisa 48 dan 116]

Allah Subhanahu wa Ta’ala menggantungkan atas kehendakNya selain dosa syirik.

Adapun orang yang mati atas syirik besar, maka dia kekal di neraka dan surga diharamkan atasnya, karena firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun” [Al-Ma’idah : 72]

Dan firmanNya.

“Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka itu kekal di dalam neraka” [At-Taubah : 17]

Ayat-ayat tentang hal ini sangat banyak.

Apabila pelaku maksiat masuk neraka, ia tetap tinggal di dalamnya hingga waktu yang dikehendaki Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan tidak kekal seperti kekalnya orang-orang kafir. Namun terkadang lama masanya. Ini adalah kekal yang khusus bersifat sementara, bukan seperti kekalnya orang-orang kafir. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surah Al-Furqan ketika menyebutkan orang musyrik, pembunuh dan pezina, firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Barangsiapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan adzab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam adzab itu, dalam keadaan terhina” [Al-Furqan : 68-69]

Kekal ini bersifat sementara yang suatu saat akan berakhir. Adapun orang musyrik, maka kekalnya selama-lamanya. Karena inilah, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang haq orang-orang musyrik dalam surah Al-Baqarah.

“Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka ; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka” [Al-Baqarah : 167]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surah Al-Ma’idah berkenaan orang-orang kafir.

“Mereka ingin keluar dari neraka padahal mereka sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya, dan mereka beroleha adzab yang kekal’ [Al-Ma’idah : 37]

[Majalah Al-Buhuts edisi 41, Syaih Ibnu Baz hal. 132-134]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisiy, Penerjemah Amir Hamzah dkk, Penerbit Darul Haq]
__________
Foote Note.
[1]. Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam Shahihnya pada Al-Jihad (3017)

sumber: Almanhaj.or.id

Powered By Facebook

Minggu, 16 September 2012

Pesan untuk para wanita muslimah...


Kecantikannya dapat menyalakan dunia ini. Dia ibarat sepotong surga yang menyilaukan mata siapapun yang melihatnya. Namun jika kecantikan ini terserak, maka akan menjadi hidangan yang ternikmat bagi nafsu jalang manusia. Kecantikan itu yang akan membawanya menduduki level yang pantas baginya, entah yang paling terhormat, ataupun yang paling terhina.

Sampaikanlah kepada Wanita...

Godaan dan rayuannya, dapat melayangkan dan melenakan siapapun menuju sebuah dunia yang tidak lagi dikenali manusia. Adakah di dunia ini racun yang lebih hebat selain yang timbul dari fitnah seorang wanita? Atau adakah madu yang lebih manis selain yang hadir dalam keindahan wanita?

Sampaikanlah kepada Wanita...

keteduhannya dapat menenangkan dalam dahsyatnya hati yang bergolak. Dia adalah cerminan dari sebuah kebijaksanaan, yang bahkan lebih dalam dari pada kewibawaan seorang laki- laki.
Keteduhan itu bisa hadir dari kesabarannya. Jika wanita bisa bersabar menghadapi dirinya sendiri dan semua cobaan yang datang kepadanya, maka dunia ini akan tetap baik- baik saja.

Keteduhan itu bisa hadir dalam lisannya. Lisan mereka adalah ibarat pisau bermata dua, dia bisa jadi penegak atau penghancur suaminya. Semua tergantung kepada pilihan yang berakar dari kebijakan hatinya sendiri.

Keteduhan juga dapat hadir dalam semangatnya. Semangat wanita adalah penguat. Walaupun dengan kelemahan fisik, namun keteguhan jiwa wanita dapat mengubah dunia dari kegelapan menjadi penuh cahaya, meleburkan keputusasaan menjadi niat yang tangguh, bahkan mampu untuk memindahkan gunung sekalipun.

Keteduhan juga hadir pula dalam kelembutannya. Lembutnya wanita adalah refleksi dari keagungan dan kasih sayang Allah, yang muncul di dunia. Ya, dimana lagi tempat berteduh yang lebih hangat di dunia ini, selain dalam dekapan ibu?

Keteduhan itu hadir dalam ketaatannya. Taatnya dia kepada Allah, mengantarkannya menuju tempat yang indah, namun akan sangat masih asing bagi mata manusia, yaitu surga. Taatnya kepada sang suami akan menjauhkan cacat harga diri seorang laki- laki, dan menjadikan wanita sebuah simpanan yang terbaik, bahkan dari yang pernah ada.

Sampaikanlah kepada wanita...

Namun, dia bisa saja menjadi pemusnah kebahagiaan yang tidak akan lekang oleh waktu.

Kesedihan itu akan hadir dalam setiap tuntutannya yang jauh dari kata pantas. Dunia akan diliputi oleh rasa repot jika seorang wanita sudah tidak mengerti arti sebuah rasa syukur atas dunia.

Kehancuran itu hadir dalam pembangkangannya. Jika seorang wanita telah menjadi budak dari nafsunya sendiri, dan merasa pantas untuk menjadi yang paling berakal dari yang lainnya, maka lihatlah bahwa sebenarnya perasaan yang sudah meliputi dirinya tersebut, akan mengombang- ambingkan dalam sebuah ukuran yang tidak pasti dan berakhir dalam kebingungannya sendiri.

Sampaikanlah kepada wanita, keindahan itu adalah tentang hati, jiwa dan pikirannya yang selalu dekat hanya kepada Allah Subhanahu Wata'ala.

Sampaikanlah kepada wanita, bahwa dia adalah indah, bahkan terlalu indah untuk mereka sia- siakan sendiri.

Sampaikanlah kepada wanita, bahwa dirinya lah sendiri, penyambung ataupun pemutus semua keindahan itu.
(Syahidah/voa-islam.com)

Powered By Facebook

Kamis, 30 Agustus 2012

Dakwah Wahhabiyyah


Written by Abu Ubaidah Al Atsari dan Abu Usamah   

Pertarungan antara ahlu tauhid dan ahlu syirik merupakan sunnatullah yang tetap berjalan, tiada berakhir hingga matahari terbit dari sebelah barat. Hal ini merupakan ujian dan cobaan bagi ahlul haq agar terjadi jihad fi sabilillah dengan lidah, pena, ataupun senjata.
Seandainya Allah menghendaki, niscaya Allah akan membinasakan mereka, tetapi Allah hendak menguji sebaian kamu dengan sebagian yang lain. (Muhammad : 4)
Kita lihat musuh-musuh tauhid berusaha sekuat tenaga dengan mengorbankan waktu dan harta mereka tanpa mengenal lelah untuk membela kebatilan mereka, menebarkan kesesatan mereka, dan memadamkan cahaya Rabb mereka.
Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka, tapi Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang-orang kafir tidak menyukai. (At Taubah : 32).
Salah satu senjata pamungkas mereka untuk memadamkan cahaya Allah ialah dengan menjauhkan manusia dari da'i yang berpegang teguh dengan Al Qur-an dan As Sunnah, dengan gelar-gelar yang jelek dan mengerikan. Seperti kata yang populer di tengah masyarakat, yaitu Wahhabi. Semua itu dengan tujuan menjauhkan manusia dari dakwah yang haq.
Apa sebenarnya Wahhabi itu? Mengapa mereka begitu benci setengah mati terhadap Wahhabi? Sehingga buku-buku yang membicarakan Muhammad bin Abdul Wahhab mencapai 80 kitab atau lebih. Api kebencian mereka begitu membara hingga salah seorang di antara mereka mengatakan bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bukan anak manusia, melainkan anak setan, Subhanallah, adakah kebohongan setelah kebohogan ini?
Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka. Mereka tidak mengatakan kecuali dusta. (Al Kahfi : 5).
Hal seperti ini terus diwarisi hingga sekarang. Maka kita liha orang-orang yang berlagak alim atau kyai bangkit berteriak memperingatkan para pengikutnya, membutakan hati mereka dari dakwah yang penuh barakah ini, dan dari para da'i penyeru tauhid, pemberantas syirik dengan sebutan-sebutan dan gelar-gelar yang menggelikan, seperti gelar Wahhabi. Padahal mereka (para pengikut ahli bid'ah ini) tidak mengetahui hakikat da'wah yang dilancarkan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab.
Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu. (Al Baqarah : 13).
Yang demikian itu karena mereka adalah kaum yang tiada mengerti. (Al Hasyr : 13).
Yang mereka dengar hanyalah tuduhan-tuduhan di tepi jurang yang runtuh lalu bangunannya jatuh bersama-sama dia ke dalam neraka Jahannam. Tuduhan-tuduhan mereka tidaklah ilmiyah sama sekali, lebih lemah dari sarang laba-laba.
Seperti laba-laba yang membuat rumah. Sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui. (Al Ankabut : 41).
Semoga kalimat sederhana ini dapat membuka pandangan mata mereka terhadap dakwah ini dan agar binasa orang yang binasa di atas keterangan yang nyata pula. Dan jangan sampai mereka termasuk orang-orang yang difirmankan oleh Allah:
Dan apabila dikatakan kepada mereka, Bertaqwalah kepada Allah, maka bangkitlah kesombongan mereka untuk berbuat dosa. Maka cukuplah baginya neraka jahannam. Sesungguhnya neraka jahannam itu adalah tempat tinggal yang seburuk-buruknya. (Al Baqarah : 206).

Apakah Wahhabi itu?
Perlu ditegaskan di sini bahwa penamaan dakwah ini dengan dakwah Wahhabiyah dan para pengikutnya dengan Wahhabi merupakan kesalahan kalau ditinjau dari segi lafadz dan maknanya.
Dari segi lafadz, penamaan Wahhabiyah ini dinisbatkan kepada Abdul Wahhab yang tidak mempunyai sangkut paut dengan dakwah ini, dan tidak dinisbatkan kepada Muhammad bin Abdil Wahhab -yang menurut mereka, beliau adalah pendirinya-. Kalaulah mereka jujur, tentu menamakannya dengan Dakwah Muhammadiyyah karena nama beliau adalah Muhammad. Namun karena mereka menganggap bahwa jika menamakan dakwah ini dengan Dakwa Muhammadiyyah tidak akan menjauhkan manusia, maka mereka menggantinya dengan Dakwah Wahhabiyah.
Adapun dari segi makna, maka mereka juga keliru di dalamnya, sebab dakwah ini mengikuti manhaj dakwah As Salaf Ash Shalih dari kalangan sahabat, tabi'in, dan tabi'ut tabi'in. Kalaulah mereka jujur, tentunya menamai dakwah ini dengan dakwah salafiyyah.
Jadi apakah Wahhabiyah itu? Dalam Kitab Fatwa Al Lajnah Ad Da'imah1) Juz 2, hal 174 diterangkan:
Wahhabiyah adalah sebuah lafadz yang dilontarkan oleh musuh-musuh Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab disebabkan dakwa beliau di dalam memurnikan tauhid, memberantas syirik, dan membendung seluruh tata cara ibadah yang tidak dicontohkan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Tujuan mereka dalam menggunakan lafadz ini ialah menjauhkan manusia dari dakwah beliau dan menghalangi mereka agar tidak mau mendengarkan perkataan beliau.
Sungguh sangat mengherankan omongan kebanyakan manusia, ketika mereka melihat seorang yang mengagungkan tauhid, menyeru, dan membelanya, mereka menyebutnya sebagai Wahhabi. Yang lebih lucu lagi, ketika mereka menyatakan bahwa Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim keduanya adalah Wahhabi. Subhanallah! Apakah Muhammad bin Abdil Wahhab melahirkan orang yang hidupnya lebih dulu beberapa abad dari dirinya?
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani berkata, Mungkin sebagian orang-orang bodoh akan menuduh Imam As Suyuti itu dengan Wahhabi sebagaimana adat mereka. Padahal jarak wafat antara keduanya kurang lebih 300 tahun. Aku teringat cerita menarik sekali, terjadi di salah satu sekolah di Damaskus ketika seorang guru sejarah beragama Nashara menceritakan tentang sejarah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dan dakwahnya dalam memerangi syirik, kurafat dan kebid'ahan. Sehingga seakan-akan guru Nashara itu memuji dan kagum kepadanya. Maka berkatalah salah seorang muridnya, 'Wah guru kita menjadi Wahhabi!'
Demikianlah kebencian mereka terhadap Muhammad bin Abdil Wahhab dan orang-orang yang mengikuti dakwahnya, bahkan kepada orang Nashranipun -yang nyata-nyata bukan Muslimin- mereka tuduh Wahhabi.
Dan orang-orang kafir itu tidak menyiksa orang-orang mukmin, melainkan karena mereka beriman kepada Allah Maha Perkasa Lagi Mana Terpuji. (Al Buruj : 8).

Tuduhan dan Jawaban
Beragam penilaian manusia dalam menilai dakwah ini. Sebagian mereka berkeyakinan bahwa dakwah ini adalah madzhab kelima setelah empat madzhab yang lain. Sebagian lagi menganggap bahwa Wahabbi sangat ekstrim sehingga mudah mengkafirkan kaum muslimin. Sebagian lagi menganggap bahwa Wahhabi tidak mencintai Rasulullah dan para wali. Serta anggapan-anggapan lainnya yang sama sekali tidak ada buktinya.
Sebelum membantah tuduhan-tuduhan mereka renungilah perkataan Al Allamah Muhammad Rasyid Ridha berikut ini: Pada masa kecilku, aku sering mendengar cerita tentang Wahhabiyah dari buku-buku Dahlan, dan selainnya. Sayapun membenarkannya karena taqlid kepada guru-guru kami dan bapak-bapak kami. Saya baru tahu tentang hakikat jama'ah ini setelah hijrah ke Mesir. Ternyata aku mengetahui dengan yakin bahwa mereka (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan pengikutnya) yang berada di atas hidayah. Kemudian saya telaah buku-buku Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, anak-anaknya, dan cucu-cucunya serta ulama-ulama lainnya dari Nejed, maka saya mengetahui bahwa tidak sebuah tuduhan serta celaan yang dilontarkan kepada mereka kecuali mereka menjawabnya. Jika tuduhan itu dusta mereka berkata, Maha Suci Engkau (Ya, Allah), ini adalah kedustaan yang besar. Tetapi jika tuduhan itu ada asalnya, mereka menjelaskan hakikatnya dan membantahnya. Sesungguhnya Ulama Sunnah dari India dan Yaman telah meneliti, membahas dan menyelidiki tuduhan-tuduhan yang dilontarkan kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan pengikutnya. Akhirnya mereka mengambil kesimpulan bahwa para pencela itu tidak amanah dan tidak jujur.
Baiklah, sekarang kita simak tuduhan-tuduhan mereka berikut jawabannya.
Agar Allah menetapkan yang haq, dan membatilkan yang batil walaupun orang-orang yang berdosa tidak menyukainya. (Al Anfal : 8).
1. Mereka -ahli bid'ah- menganggap bahwa dakwah Wahhabiyah merupakan madzhab kelima setelah empat madzhab lainnya (Hambali, Maliki, Syafi'i dan Hanafy).
Jawaban:
Ini merupakan kejahilan mereka, sebab telah merupakan perkara yang masyhur dan memang nyata bahwa dakwah ini bukanlah dakwah baru. Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dalam hal aqidah mengikuti madzhab Salaf. Adapun dalam masalah furu' mengikuti madzhab Imam Ahmad bin Hambal. Maka bagaimanakah mereka menyatakan bahwa Wahhabiyah merupakan dakwah baru serta dianggapnya sebagai jama'ah sesat dan rusak? Semoga Allah menghancurkan kejahilan, hawa nafsu dan taqlid.
Syaikh Muhammad Jamil Zainu juga pernah bercerita, Aku pernah bertemu seseorang di Suriah yang mengatakan tentang Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab bahwa beliau adalah pendiri madzhab kelima dari empat madzhab. Maka akupun berkata kepadanya bahwa bagaimana anda mengatakan demikian padahal bukankah sudah mashur kalau madzhab beliau adalah Hambali? Sungguh ini adalah kedustaan dan tuduhan tanpa bukti.
2. Mereka menganggap bahwa dakwah Wahhabiyah mudah mengkafirkan kaum muslimin.
Jawaban:
Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab sendiri yang menjawab tuduhan ini ketika menuliskan dalam suratnya kepada Suwaidiy -seorang alim dari Iraq-, Adapun apa yang kalian sebutkann bahwa saya mengkafirkan kaum manusia, kecuali yang mengikutiku dan bahwasanya aku menganggap pernikahan-pernikahan mereka tidak sah, maka saya katakah bahwa sungguh mengherankan, bagaimana hal ini dapat masuk akal, apakah ada seorang muslim yang mengatakan demikian. Ketahuilah aku berlepas diri kepada Allah dari tuduhan ini, yang tidak muncul melainkan dari orang yang terbalik akalnya. Adapun yang saya kafirkan adalah orang yang telah mengetahui agama Rasul, kemudian setelah mengetahuinya ia mencelanya, melarangnya dan memusuhi orang yang menegakkannya. Inilah yang saya kafirkan.
3. Mereka menuduh bahwa Wahhabiyun tidak mencintai Rasulullah.
Jawaban:
Ketahuilah wahai orang-orang yang berakal, bahwa Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab mempunyai kitab yang berjudul Mukhtashar Sirah Ar Rasul yang berisi tentang perjalanan hidup Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Ini menunjukkan kecintaan beliau terhadap beliau shallallahu 'alaihi wasallam.
Maka tuduhan ini merupakan kedustaan dan kebohongan yang akan dimintai pertanggungjawabannya di sisi Allah. Kemudian kita katakan kepada mereka -penuduh- apakah cinta kepada Rasulullah itu dengan mengadakan maulid Nabi, shalawatan bid'ah, atau selainnya yang tidak pernah diajarkan Rasulullah sendiri? Ataukah dengan mengagungkan sunnahnya, menghidupkannya, dan membelanya, serta memberantas lawannya (yaitu bid'ah) sampai keakar-akarnya. Jawablah wahai orang-orang yang dikaruniai akal.
Katakanlah: Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang. (Ali Imran : 31).
Al Hafidz Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya juz 2 hal 37, Ayat ini merupakan hakim bagi setiap prang yang mengakui mencintai Allah padahal tidak mengikuti manhaj yang ditempuh oleh Rasulullah. Dia dianggap dusta dalam pengakuannya hingga dia mengikuti syari'at Rasulullah dalam segala hal, baik dalam perkataan, perbuatan maupun keadaan.
4. Mereka menuduh bahwa Wahhabiyun menganggap diri mereka maksum, sehingga hanya merekalah yang benar dan tidak menerima kesalahan. Adapun selain mereka dianggap penuh kesalahan dan tidak pernah benar.
Jawaban:
Sungguh ini adalah tuduhan dusta. Inilah kitab-kitab ulama kami dan dialog mereka bersama bersama musuh-musuh mereka. Tidak dijumpai seperti yang dituduhkan ini. Bahkan mereka menerangkan Al Haq dan membantah Al Bathil dengan hujjah yang kuat dan penuh hikmah. Dan mereka -para ulama- tidak menganggap diri mereka terjaga dari dosa ataupun menolak kebenaran yang datang dari kesalahan mereka.
Inilah imam mereka (Wahhabiyun), Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dalam salah satu suratnya berkata, Dan aku berharap agar aku tidak menolak kebenaran yang datang kepadaku. Aku bersaksi kepada Allah, para Malaikat-Nya bahwa apabila datang kepadaku kebenaran, aku akan menerimanya dan aku akan lemparkan semua perkataan imamku yang menyelisihi kebenaran, selain Rasulullah, karena ia tidak mengatakan sesuatu kecuali al haq.
5. Mereka menuduh bahwa Wahhabiyun mengingkari syafa'at Rasulullah.
Jawaban:
Syaikh Abdul Aziz bin Baz menyatakan, Tidak asing lagi bagi orang yang berakal dan mempelajari sirah perjalanan Imam Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya yang harum namanya, bahwa mereka semuanya berlepas diri dari tuduhan ini. Lihatlah imam Muhammad bin Abdil Wahhab telah menetapkan syafa'at Rasul bagi umatnya dalam berbagai karya-karya beliau, seperti Kitab Tauhid dan Kasyfus Subhat, maka dari sini jelaslah bagi kita bahwa tuduhan ini bathil dan dusta. Sebenarnya yang diingkari oleh Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab adalah meminta syafa'at kepada orang-orang yang sudah mati.
6. Mereka menuduh Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab diakhir hayatnya menyimpang dari jalan yang benar dengan menolak beberapa hadits yang tidak cocok dengan akalnya.
Jawaban:
Syaikh Abdul Aziz bin Baz telah menyanggah tuduhan ini dengan perkataan, Ini termasuk tuduhan dusta karena beliau diwafatkan sedangkan beliau termasuk da'i besar yang menyeru kepada aqidah salaf dan manhaj yang shahih, maka tuduhan ini sangatlah dusta karena beliau sangat menghormati sunnah, menerima dan mendakwahkannya hingga akhir hayatnya,
Inilah sekelumit tuduhan-tuduhan ahli bid'ah terhadap dakwah yang pernah barakah ini. Semua itu hanyalah kedustaan di atas kedustaan. Sungguh benarlah apa yang dikatakan oleh Al Imam Ibnul Mubarak, Isnad itu termasuk agama, seandainya tanpa isnad maka manusia akan berkata semaunya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga berkata dalam Majmu' Fatawa Juz I/9:
Ilmu sanad dan riwayat merupakan kekhususan umat nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, Allah menjadikannya sebagai tangga kebenaran. Ketika Ahlul Kitab tidak mempunyai ilmu sanad maka bertebaranlah penukilan-penukilan dusta diantara mereka. Demikian juga para penyesat dan ahlu bid'ah dari kalangan umat ini sama dengan Ahlu Kitab, tidak ada bedanya. Maka dengan ilmu sanadlah dapat terbedakan antara al haq dan al bathil.
Untuk mengakhiri pembahasan kita, rasanya sangat penting bagi kita untuk memperhatikan tiga perkara berikut ini sekaligus sebagai kesimpulan dari uraian di atas:
  1. Hakikat dakwah Wahhabiyah. Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata: Hakikat dakwa ini, sebagaimana dakwah Nabi Muhammad, yaitu memurnikan tauhid dan mewujudkan tuntutan syahadat Laa ilaaha illallah dan Muhammadur rasulullah. Yang demikian itu dengan memurnikan ibadah hanya kepada Allah saja dan menjadikan Rasulullah sebagai panutan yang agung. Mereka (Wahhabiyun) adalah golongan yang berjalan di atas manhaj Salaf dari kalangan shahabat, tabi'in dan orang-orang yang mengikuti mereka, baik dalam aqidah, perkataan ataupun perbuatannya. Inilah manhaj yang wajib bagi setiap muslim untuk berjalan di atasnya, meyakininya dan mendakwahkannya.
  2. Hukum orang yang mencela Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab. Syaikh Abdul Aziz bin Baz selanjutnya menegaskan, Sesungguhnyua orang-orang yang mencela Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab ada dua kemungkinan. Yang pertama dia adalah seorang yang gandrung degnan syirk sehingga ia memusuhi Syaikh karena dakwahnya yang mengajak kepada tauhid dan memberantas segala macam kesyirikan. Yang kedua dia adalah orang yang jahil yang tertipu oleh da'i- da'i penyesat. Maka alangkah lucunya golongan jahil ini karena mereka mengikuti orang yang jahil sejenis mereka.
  3. Himbauan dan Ajakan. Kepada mereka yang benci dan hasad kepada dakwah yang penuh barakah ini, kami katakan, Bukalah pandangan mata kalian, bangunlah dari tidur kalian, hilangkan segala kedengkian yang ada di hati kalian, bacalah, cermatilah buku-buku Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dan para pengikutnya dengan lapang dada, niscaya kalian akan dapati bahwa kalian berada dalam tipuan dan kegelapan.
--------------
1) Sebuah lembaga pemberi fatwa di Saudi Arabia
Disarikan dari tulisan Abu Ubaidah Al Atsari dan Abu Usamah pada Majalah As Sunnah Edisi 12/Th.IV/1421 - 2000.

sumber: www.salafiyoon,net


Powered By Facebook

Minggu, 26 Agustus 2012

Generasi Salafus Shalih Merupakan Cermin Kemurnian Islam


“Kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah” telah menjadi slogan umum. Namun memahami keduanya dan mengamalkan kandungannya, agar sesuai dengan yang dimaukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam , merupakan persoalan tersendiri. Kepada siapa kita harus merujuk?

Pada edisi sebelumnya telah dijelaskan, siapakah yang dimaksud dengan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan manhaj (jalan/metode) yang mereka tempuh. Mereka bukanlah manusia khusus yang diciptakan oleh Allah untuk membawa amanat syariat-Nya. Juga bukan malaikat yang diutus oleh Allah untuk mengajarkan manusia tentang agama-Nya. Mereka adalah kaum muslimin itu sendiri yang memahami agamanya dengan benar berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah di atas pemahaman salafus shalih (pendahulu yang shalih).

Mereka (para shahabat ridhwanullah ‘alaihim ajma’in) adalah umat terbaik yang diciptakan untuk mendakwahkan kebenaran agama ini kepada seluruh umat. Mereka adalah generasi terbaik umat ini dari kalangan shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in, serta orang-orang yang mengikuti mereka di atas kebenaran. Mereka adalah salafus shalih, firqatun najiyah (orang-orang yang selamat), thaifah al manshurah (orang-orang yang selalu ditolong), ahlul hadits, ahlul atsar, dan mereka adalah salafiyyun.

Mereka adalah pilihan Allah dari segenap hamba-Nya yang akan menyuarakan kebenaran di mana saja dan kapan saja, bagaimanapun besar tantangan dan rintangan yang dihadapi. Slogan mereka adalah firman Allah:

“Kebenaran itu datang dari Rabbmu, maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang-orang yang ragu.” (Al- Baqarah: 147)

Juga sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam : “Katakan yang benar walaupun pahit dan jangan kamu gentar cercaan orang yang mencerca.” ( HR. Al Baihaqi dalam Kitab Syu’abul Iman dari shahabat Abu Dzar. Lihat Al Misykat 3/ 1365)

Dari sinilah nama salafus shalih diabadikan oleh sejarah. Ditulis dengan tinta emas, terus dikenang, serta menjadi rujukan generasi sesudahnya. Bukankah ini merupakan satu kemuliaan dari Allah Subhanahu wa ta’ala arena apa yang telah mereka berikan untuk agama-Nya? Dan karena apa yang mereka tempuh ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam masih hidup dan setelah wafat beliau?

Jawabannya adalah ya. Mereka mendapatkan yang demikian ini karena mereka berjalan di atas jalan Rasul-Nya. Abu Bakar , khalifah pertama yang menggantikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam sebagai pemimpin umat ini, telah mendapatkan jaminan masuk surga, padahal ketika itu beliau masih hidup. Bukankah ini kemuliaan bagi beliau? Apakah manhajnya Abu Bakar sesuai manhajnya Rasulullah Jawabannya tentu ya.

Begitu juga Umar, Utsman, Ali, dan para shahabat yang lain yang telah mendapatkan jaminan dari Rasulullah untuk masuk surga, padahal kaki-kaki mereka masih menapaki kehidupan. Merekalah yang juga disebutkan oleh Allah di dalam Al Qur’an: “Merekalah orang-orang yang telah diberikan nikmat oleh Allah dari kalangan para nabi, orang-orang yang jujur, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shalih”. (An-Nisaa’: 69)

Siapa lagi yang dimaksud dalam ayat ini setelah para nabi, kalau bukan orang-orang yang mengikuti mereka di atas manhaj Allah dari kalangan shahabat?

Mereka adalah generasi yang berusaha untuk mendapatkan dan mengambil warisan terbanyak dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam . Duduk dan keluar dari majelis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dalam keadaan membawa kemurnian agama Islam, yang malamnya seperti siangnya dan tidak ada seorangpun dari mereka yang menyimpang, melainkan akan binasa seumur hidup jika tidak segera bertaubat kepada Allah.

Manhaj Salaf Cerminan Kemurnian Islam

Rentang waktu yang panjang sangat memungkinkan menyebabkan jauhnya umat dari kemurnian ajaran Islam. Apalagi, umat ini terus berganti generasi demi generasi. Hal ini telah dirasakan dan disaksikan oleh orang-orang yang diberikan bashirah (ilmu) oleh Allah. Banyak kita jumpai penampilan Islam yang berwarna-warni, baik dari amalan, ucapan, dan keyakinan.

“Warna-warni” inilah yang sering menimbulkan friksi di antara sesama muslim hingga berujung pada pudarnya persatuan dan kesatuan umat Islam. Walhasil, umat ini menjadi sangat lemah dan siap menjadi santapan musuh-musuhnya.

Munculnya kelompok-kelompok di dalam Islam, merupakan bukti konkrit adanya perbedaan yang besar dan warna-warninya penampilan Islam itu. Yang satu berpakaian serba merah dan mengangkat Islam sebagai simbol. Yang lain dengan warna hijau, hitam, kuning, putih, dan sebagainya. Masing-masing memiliki konsep, prinsip, jalan, dan tujuan yang berbeda dengan yang lainnya. Bahkan, karena perbedaan mendasar itu, ada yang siap menumpahkan darah yang lainnya. Apakah demikian Islam itu? Lalu manakah yang benar? Dan manakah yang harus diikuti?

Yang demikian ini, setelah berlalunya masa risalah (masa kenabian) dan pergantian generasi demi generasi, sangat terasa. Ironisnya, Islam dalam pandangan kaum muslimin saat ini hanya sebatas “yang penting Islam”, apapun alirannya, ajarannya, warnanya, jalannya, baunya, dan sebagainya. Padahal justru dengan sebab ini, hilanglah kemuliaan, kewibawaan, kejayaan, dan kekuatan umat Islam. Serta menjadikan musuh-musuh Islam berani dan memiliki kewibawaan di mata kaum muslimin.

Kemurnian dan kesempurnaan Islam itu pun kian jauh panggang dari api. Yang satu ingin menambah dan yang lain ingin mengurangi, bahkan mempretelinya. Hanya dengan mencari sumber kemurniannya kepada orang yang telah dinobatkan oleh Allah sebagai penelusur jejak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam -para shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in- saja, niscaya kemurnian Islam itu akan diperoleh.

Manhaj Salaf adalah Ridha, Cinta, dan Ampunan Allah

Selain sebagai cermin kemurnian Islam, manhaj salaf juga merupakan perwujudan ridha Allah, cinta, dan ampunan-Nya. Allah berfirman tentang mereka yang berjalan di atas manhaj salaf ini:

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah: 100)

As Sa’dy1 dalam tafsir ayat ini mengatakan, mereka adalah orang-orang yang lebih dahulu masuk Islam dan yang terlebih dahulu dalam keimanan, hijrah, jihad, dan memperjuangkan agama Allah. Kaum Muhajirin, adalah orang-orang yang dikeluarkan dari negeri mereka dan dipisahkan dari harta benda mereka, semata-mata hanya mencari keutamaan dari Allah dan keridhaan-Nya. Mereka membela agama Allah dan Rasul-Nya, dan mereka adalah orang-orang yang jujur.

Sementara kaum Anshar, adalah orang-orang yang menetap di kota Madinah, mencintai orang-orang yang berhijrah. Mereka tidak dihinggapi perasaan berat hati atas apa-apa yang mereka infakkan kepada kaum Muhajirin, serta mengutamakan kaum Muhajirin meskipun mereka membutuhkannya.

Merekalah kaum yang mendapatkan keselamatan dari cercaan dan mendapatkan pujian dan keutamaan dari Allah. Allah meridhai mereka dan mereka ridha kepada Allah. Allah mempersiapkan bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan kekal di dalamnya.

Allah Subhanahu wa ta’ala di dalam Al Qur’an berfirman:

“Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali-Imran: 31)

As Sa’dy dalam tafsirnya mengatakan: “Ayat ini merupakan tolok ukur cinta seseorang kepada Allah dengan sebenar-benarnya cinta atau hanya pura-pura mengaku cinta. Tanda cinta kepada Allah Subhanahu wa ta’ala adalah ittiba’ (mengikuti) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam , yang Allah Subhanahu wa ta’ala telah menjadikan sikap ini (ittiba’) dan segala apa yang diserukan sebagai jalan untuk mendapatkan cinta dan ridha Allah Subhanahu wa ta’ala . Dan tidak akan didapati kecintaan dari Allah Subhanahu wa ta’ala , ridha dan pahala-Nya, melainkan dengan cara membenarkan apa yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam sebagaimana yang ada di dalam Al Qur’an dan As Sunnah, dengan cara melaksanakan apa yang dikandung keduanya, dan menjauhi apa yang dilarangnya. Maka barangsiapa melakukan hal ini, sungguh ia telah dicintai oleh Allah Subhanahu wa ta’ala , dibalas sebagaimana balasan terhadap kekasih Allah Subhanahu wa ta’ala , diampuni dosanya, dan ditutupi segala aibnya. Maka (ayat ini) seakan-akan (menjelaskan) bagaimana hakekat mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dan bagaimana sifatnya.”

Simbol Kemenangan dan Kejayaan Umat

Meskipun Islam semakin kabur, namun pewaris kemurnian Islam akan tetap ada sepanjang kehidupan manusia ini sampai hari kiamat. Mereka telah dipersiapkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala untuk meneruskan perjuangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dan generasi beliau yang terbaik. Merekalah yang akan terus menyuarakan kemurnian Islam. Dan bersama merekalah kemenangan dan kejayaannya. Itulah janji Allah Subhanahu wa ta’ala yang tidak bisa dipungkiri.

Merekalah yang disebut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam sebagai generasi pejuang yang telah mengambil pedang perjuangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam yang diwariskan setelah wafatnya, untuk membabat gerakan-gerakan penjegalan terhadap syariat Allah Subhanahu wa ta’ala . Dan mereka pulalah yang dipersiapkan Allah Subhanahu wa ta’ala sebagai perisai dan benteng terhadap kebenaran dalam pertarungan antara yang hak dan batil. Allah Subhanahu wa ta’ala menjelaskan di dalam Al Qur’an:

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Al-Hijr: 9)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin di dalam kitab Syarah Aqidah Wasithiyyah hal. 25 mengatakan, “Akan tetapi semua pujian bagi Allah semata. Tiadalah seseorang melakukan kebid’ahan, melainkan Allah Subhanahu wa ta’ala membangkitkan -dengan nikmat dan karunia-Nya- orang-orang yang akan menjelaskan kebid’ahan tersebut dan yang akan melumatkannya dengan kebenaran. Dan ini termasuk dari makna yang terkandung dalam firman Allah Subhanahu wa ta’ala (Al-Hijr: 9). Dan ini merupakan wujud nyata penjagaan Allah terhadap “Ad Dzikr” (maksudnya Al Qur’an, red) dan ini juga merupakan tuntutan hikmah Allah Subhanahu wa ta’ala .”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda dalam hadits yang diriwayatkan Imam Al Bukhari dan Muslim dari shahabat Mua’wiyah dan Mughirah bin Syu’bah dan diriwayatkan Imam Muslim dari shahabat Tsauban, Jabir bin Samurah, Jabir bin Abdillah, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiallahu ‘anhum:

“Terus menerus ada sekelompok kecil dari umatku memperjuangkan kebenaran. Tidak akan memudharatkan mereka orang-orang yang berusaha menghinakan mereka sampai datang keputusan Allah dan mereka tetap dalam keadaan yang demikian itu.” (Shahih, HR. Muslim dengan lafadznya)

Siapakah yang dimaksud oleh Rasulullah “satu kelompok dari umatnya itu yang selalu memperjuangkan kebenaran dan selalu mendapatkan kemenangan?”

Imam Ahmad mengatakan: “ Kalau bukan ahli hadits yang dimaksud, maka saya tidak mengetahui (lagi) siapa mereka”.

Umar bin Hafsh bin Ghiyats mengatakan: “Aku telah mendengar ayahku ketika ditanyakan kepadanya: ‘Tidakkah kamu melihat ahlul hadits dan apa-apa yang mereka berada di atasnya?’ Dia menjawab: ‘Mereka adalah sebaik-baik penduduk dunia’.”

Abu Bakar bin ‘Ayyash mengatakan, “Aku berharap bahwa ahlul hadits adalah sebaik-baik manusia.” (Lihat kitab Makanatu Ahlil Hadits hal 53-54).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Tidak ada seorangpun dari nabi yang diutus sebelumku kepada suatu umat melainkan ada pada umatnya hawariyyun (para pembela) dan shahabatnya yang memegang sunnahnya dan yang mengikuti perintahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim dari shahabat Abdullah bin Mas’ud)

Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah akan membangkitkan pada setiap awal seratus tahun orang-orang yang akan mengadakan pembaharuan terhadap agama umat ini.” (Shahih, HR. Abu Daud dari shahabat Abu Hurairah dan dishahihkan Syaikh Al Albany dalam kitab “Shahih Sunan Abu Daud no. 3656” dan di dalam kitab “Silsilah Hadits Shahih no. 599” dan di dalam kitab “Shahih Jami’us Shaghir no. 1874”).

Imam Ahmad bin Hanbal berkata, sebagaimana dinukil Imam Dzahabi dalam kitab As Siar 10/46: “Sesungguhnya Allah akan membangkitkan pada umat di awal setiap seratus tahun orang-orang yang akan mengajarkan mereka sunnah dan membungkam setiap kedustaan atas nama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam . Maka tatkala kami melihat dan memeriksa, ternyata pada awal seratus tahun pertama muncul Umar bin Abdul Aziz dan pada seratus tahun kedua Imam Syafi’i.” (Lihat Silsilah Hadits Shahih 2/148)

Manhaj Salaf Manhaj yang Benar

Manhaj inilah yang mendapatkan pujian kebaikan dari lisan Rasulullah berikut dengan orang-orang yang berjalan di atasnya, sebagaimana sabda beliau:

“Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian orang-orang setelah mereka, dan kemudian orang-orang setelah mereka.” (Shahih, HR. Bukhari dan Muslim dari shahabat Imran bin Husein dan Abdullah bin Mas’ud)

Maka, para pengikut manhaj ini adalah generasi terbaik yang diridhai oleh Allah. Di dalam kitab Manhajus Salaf Fit Ta’amul Ma’a Kutubi Ahlil Bida’i hal. 3 karya Abu Ibrahim Muhammad bin Muhammad bin Abdillah bin Mani’ dikatakan: “Pujian kebaikan menunjukkan kebenaran akidah, mengikuti Rasulullah tidak akan mencukupkan mereka.” Wallahu A’lam.

Sumber Bacaan:

1. Al Qur’an

2. Riyadhus Shalihin – Imam An Nawawi

3. Taisir Karimir Rahman – Syaikh As-Sa’dy

4. Syarah Aqidah Wasithiyyah – Syaikh Utsaimin

5. Silsilah Hadits Shahih – Syaikh Al Albani

6. Makanatu Ahlil Hadits – Syaikh Dr.Rabi’

7. Manhajus salaf Fitta’amul Ma’a kutubi Ahlil Bida’i – Muhammad bin Mani’

Dikutip dari http://www.asysyariah.com/, Penulis : Al-Ustadz Abu Usamah bin Rawiyah an Nawawi, Judul asli: Jalan Salaf Jaminan Kebenaran.


Powered By Facebook

Sabtu, 25 Agustus 2012

Hayoo....., Itu Cinta Ato Nafsu ?

KHUSUS NYA REMAJA,,, HARUS BACA INI YAAA... PENTING!!!

Jrengg!! jreng!! jrenggg!!! yeah tema kita kali nie adalah tentang jatuh cinta. Yups semua orang yang ngaku normal pasti pernah ngerasain jatuh cinta. Buat yang blon tau tentang kronologisnya jatuh cinta, nich kita kasih info.

Orang jatuh cinta tuh katanya serasa dunia lagi musim gugur terus, innnnnnndaaahhh banget. Kalo tiba- tiba ketemu sama pujaan hati, beuh deg.. deg.. rasanya selangit boss. May be kalo di rongsen plus USG, tuh jantung kecepatannya dah 1000km/jam. Matanya jadi brubah bentuk alias jadi yang pada bentuk hati bgono. Bener- bener ajaib dah pren. Indikasi yang lain yaitu pengeen bener slalu deket- deket ama yang di sayang. Kalo perlu tuh rumah dia dipasangin semacam gelindingan, jadi biar gampang mindahinnya supaya bisa deket terus ama dia. Trus yang pada jatuh cinta biasanya suka senyum- senyum sendiri, nyanyi nyanyi sendiri, nggak pduli dah lagi dijalan ato dimana, hayuk ajah. padahal nggak da tuh sarafnya yang lagi kejepit tau`.

Eiits, anda- tanda keanehan jatuh cinta nggak bhenti ampe situ. Berdasarkan data en nara sumber para korban penyakit cinta, alah, orang yang kena virus ini selain pengen selalu deket biasanya pengen selalu denger suara gebetan yang disayang ituh. Pas ngemenk- ngemenk di telpon biasanya lamaaa banget. Pembicaraannya pun nggak jelas ngebahas apaan. Pokoknya semua yang ada di otak, itulah yang dibicarakan. May be saking lamanya, kambing tetangga sampai melahirkan nggak kan pada nyadar kali`.

Nah, kalo dah pada cape telepon, ganti jurus tuh, pke sms an, mpe jempolnya pada berotot, hihi…

Wow ajaib !!

Waahh, jangan kaget mament.!! Emang kya gitu kalo lagi jatuh cinta, kya kesihir emang, en bener- bener jadi aneh!!

Tapi nih yang rada ngeri bener, dont try this at home yach. sekalinya orang yang kita sayang itu nolak cinta kita, dueerrr!! rasanya kya disambar petir disiang bolonng, rasanya pengen membumi hanguskan semua yang ada. (Lebay!!)…ih sirius tau`!!!. nangisnya kalo perlu ampe lima ember, belon lagih sedihnya yang mendayu- dayu. Nah Loh! Tragedi inilah yang paling mengerikan. badan keker juga nggak ngaruh pren, yang ada malah dulu kuat sekarang jadi ceking cengeng, dimana penampilan trendy jadi bener- bener berubah klasik (baca : tua), pokoknya drastis banget dah. Tuh semua karena manisnya kata-kata cinta berubah jadi pahitnya empedu kebencian (ooo00wwWW…. owww..oooowww!!!)

Heran deh ampe segitunya ya orang jatuh cinta. Eh tapi kalo dipikir- pikir sebenarnya apa sih tujuan mereka ampe ngelakuin hal yang ajaiib itu. KIra- kira nich, kalo yang pada nembak tuh trus ditrima, trus klanjutannya kya gimana sih?. Sebagian besar sih ngejawab, yah jalanin ajah dulu. Maksudnya pacaran ajah dulu. Lagian masih muda inih kan. Kan nggak buru- buru mau nikah juga kan.

Ringaan bener yach. Padahal sebenarnya, tuch cuman pikiran pendek yang nggak berdasar pren. Asli`!! widiiwwww, kenyataan yang ada sekarang niy gawat bener pren.

Berdasarkan data en nara sumber cewek cowok yang pacaran, ternyata yang ada yaitu 2.5nya kilap alias napsu sisanya 0.5 kali yang cinta, itu juga masih berat kotor pren. Yang bersihnya nggak tau tuh tinggal berapa? tanya aja mereka. Ato kalo kamu sendiri juga seperti mereka, coba tanya ajah ma diri sendiri (hayooo pada jujur yach!!)

Pada masih ingat nggak sama perintah Allah di Alquran, `Dan janganlah kamu mendekati zina, karena sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan jalan yang buruk (QS.l7:32). Nah lo, deket-deket ajah nggak boleh, apalagi ampe keperosok jauh ke dalam. Naudzubillah..

Allah ngelarang kita bebuat sesuatu pasti bakal ada maksud baeknya. Nggak percaya? nich buktinya. Berdasarkan data dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasiaonal (BKKBN) di tahun 2010 diperkirakan setiap tahun jumlah aborsi di Indonesia mencapai 2,4 juta. Ironisnya 800 ribu diantaranya terjadi di kalangan remaja. En kebanyakan semua tu kejadian dpake dalih cinta. Ya Allah, cinta macam apa tuh kalo malah nyakitin, ngerusak en ngebuat semua jadi malu, marah, sakit, sedih, dsb, dll

Ada yang bilang, yah mo zina ato nggak kan tergantung orangnya. tapi pertanyaannya siapa yang bakal bisa ngejamin kalo setan nggak ikut campur en jadi pihak ketiga?. Kan mereka datang tak dijemput pulang nggak dianter kan.

Nah dari pada sibuk menebak- nebak yang nggak jelas mendingan kita fokus ma yang baek- baek aja dulu deh. baca bentaran yuk yang ini,

“Dan Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, Maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya).” (QS An-Nazi’at : 40-41)

Mau ga mau hidup emang kudu pake aturan pren, nah di rumah ortu ajah kalo kadang nggak ikut aturan mereka bisa- bisa panci melayang nyasar ke kita, apalagih di dunia yang semua muanya jadi hak milik Allah, karena emang Allah yang buat. Kita mah cuman sekedar hamba ajah.

Jadi, buat kamu yang masih punya masalah ama yang namanya cinta, jangan kecil hati dulu. Mencintai tuh nggak salah kok, malah manusiawi banget. Nich bkan masalah cintanya pren, tapi kamu punya kualitas cinta jangan cuman yang kelas bulu donk. Buat cinta kamu tuh begitu berharga sehingga hanya pantas kamu persembahkan kepada yang emang berharga. Jangan silau ma yang namanya cinta dunia en cinta buta.

Cinta tuh jelas beda ma nafsu en maksiat, apalagi zina.

Karena semua digaransi hanya bakal ngebuat hidup kamu tambah ribet en semrawut kya rambut kusut. Mangkanya kamu kudu ati ati jangan ampe salah melangkah en cinta yang awalnya anugrah malah menjadi nafsu yang nggak pke arah. Yang susah tar ujung- ujungnya juga kita juga kok.

So, akhiri semua imaginasi kamu en ketidak jelasan `cinta` yang kamu punya tuh sebelum semuanya terlambat dan mencemari lingkungan sekitar. Sante ajah, semua bakal ada waktunya. Yang penting jaga keindahan dan ketulusannya biar selalu en tetep 
 
By. Aminah Umi Atikah

Powered By Facebook

Sabtu, 21 Juli 2012

Siapakah Syaikh Idahram Itu?

Dari beberapa komentar di beberapa blog yang pernah kami ikuti disinyalir bahwa Syaikh Idahram itu adalah Marhadi. Coba dibalik saja dari kata IDAHRAM = MARHADI. Saya pribadi merasa yakin jika penulis buku penuh fitnah yang berjudul Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi adalah orang Indonesia dan bukan dari Saudi atau tanah Arab lainnya, walaupun diembel-embel nama Syaikh. Karena, nama Syaikh Idahram terasa aneh dan janggal di telinga. Penulis, Syaikh Idahram ini dikenal oleh kalangan tertentu, apalagi bagi orang yang memberikan kata pengantar di buku tersebut, yaitu Said Agil Siradj. Untuk memastikan penulis buku Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi yang ternyata berfahamkan Syiah tersebut, ada baiknya kita tanyakan kepada si pemberi kata pengantar.

Semoga penulis buku sesat ini, baik di dunia dan di akhirat mendapatkan balasan yang setimpal karena telah menyebarkan fitnah. Amin ya mujibas sailin.

Inilah biodata orang yang dituduh sebagai Syaikh Idahram itu : (Sangat wajar jika dia menjadi musuh Islam, karena dia belajar Islam dari para tokoh orientalis. Lihat saja, dia belajar Islam di Universitas Terbuka Amerika di Kairo).  

Nama : Marhadi Muhayar
Tempat/tgl. lahir : Bekasi, 10 Oktober 1975

Pendidikan :
-American Open University Cairo, Fakultas Islamic Studies, Jurusan Ekonomi Islam.
-S2 Fakultas Syari'ah, Jurusan Politik Islam, Universitas Studi Islam Karachi.

Alamat :
Jl. Tipar Cakung, RT. 004 RW. 05 no. 32, Gang Sengon, Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara, Jakarta, Indonesia. Telepon: 021-4411417 (rumah), +628159227648 (HP).

Pekerjaan:
- Muballigh/dai
- Mengajar/dosen
- Staf Jakarta Islamic Center
- Penerjemah freelance buku-buku bahasa Arab.

Pengalaman & Berorganisasi
-Ketua Bagian Bahasa Tarbiyat-ul Mu'allimîn al-Islâmiyyah (TMI) Darul 'Ulum, Bogor, Jawa Barat.
-Pembina Organisasi Intra Sekolah Tarbiyat-ul Mu'allimîn al- Islâmiyyah (TMI) Darul 'Ulum, Bogor, Jawa Barat.
-Mengajar di MTs. dan MA. Tarbiyat-ul Mu'allimîn al- Islâmiyyah (TMI) Darul 'Ulum, Bogor, Jawa Barat.
-Dewan Mabigus (Majelis Pembimbing Gugus Depan) merangkap Sekretaris 1994-1995.
-Ketua Kajian Turats Alumnus (KTA) Darul Ulum.
-Sekretaris Persatuan Pelajar & Mahasiswa Indonesia (PPMI) Tanta Mesir, tahun 1996-1997.
-Ketua Umum Persatuan Pelajar & Mahasiswa Indonesia (PPMI) Tanta Mesir, tahun 1997-1998.
-Ketua II Ikatan Keluarga Pelajar & Mahasiswa At-Taqwa, Cairo, Mesir, tahun 1999-2000.
-Ketua II PPMI Mesir 2000-2001.
-Ketua Majelis Permusyawaratan Organisasi (MPO) Keluarga
-Pelajar Jakarta & Sekitarnya (KPJ) 20001-2002.
-Pemimpin Redaksi (Pemred) Buletin GEMA Tanta Mesir.
-Sekjend ICMI Cairo 2002-2004.
-Direktur Wisma Nusantara Kairo (dua periode).
-Dewan Konsultatif Ikatan Keluarga Pelajar & Mahasiswa At-Taqwa (IKPMA) Mesir.
- Penerjemah buku-buku Arab CV. Kuwais Kreasindo
- Penerjemah buku-buku Arab Mumtaz Arabia.

Pengalaman Kursus :
Kursus jurnalistik " Indonesian Student Movement" Bogor tahun 1993-1994 + kursus jurnaslistik ICMI Cairo 2003.
Kursus Komputer di Indonesia dan Mesir.
Kursus Pembina Pramuka Mahir Dasar (KMD) Lebak Bulus.
Beberapa kali kursus kaderisasi dan kepemimpinan.
Pelatihan bisnis dan management KBRI Mesir.
Pelatihan management Zakat di Husein Syahatah Cente Cairo.
Pelatihan management Wakaf di Shalah Kamil Center.
Dan lain-lain.

Kemampuan Personal :
Mahir mengetik Latin.
Mahir mengetik Arab
Mengerti tentang kesekretariatan.

ar-risalah institute.blogspot.com

Powered By Facebook